Kenikmatan paling indah bagi penyanyi dangdut kenamaan Cici Paramida, ternyata bukan popularitas atau kemegahan materi, namun ketika Allah mengabulkan doanya. Ia merasakan hal itu ketika meluncurkan album keempatnya beberapa tahun lalu. ”Doa saya ternyata dikabulkan Allah, album keempat saya berjudul ‘Jangan Tunggu Lama-Lama’ meledak di pasaran, dan mendatangkan rezeki bagi saya,” paparnya.
Album tadi, kata Cici, benar-benar merupakan rezeki dari Allah. Lalu ia pun menyukuri nikmat Allah tadi dengan menunaikan ibadah haji bersama kedua orang tuanya. Keinginan untuk bisa pergi ke Tanah Suci tersebut, aku Cici, sebenarnya memang sudah cukup lama. Apalagi setelah membaca buku-buku agama, sejarah nabi, serta tentang Madinah dan Makkah.
Tetapi baru tahun 1995 itulah ia benar-benar bisa mewujudkan impiannya untuk pergi ke Tanah Suci. Ketika pertama kali menunaikan ibadah haji, begitu tiba di Madinah hatinya benar-benar bahagia. Apalagi ia juga sempat mengunjungi Maqam Nabi Muhammad SAW. ”Berada di Maqam Rasulullah, hati saya merasa tenang dan damai, bahkan tak henti-hentinya saya menangis, lalu saya berdoa di sana. Ketika berada di Masjidil Haram, saya ingin berlama-lama di sana,” katanya mengenang.
Itulah perjalanan pertama wanita kelahiran Jakarta 7 September 1972 ke Tanah Suci. Setelah itu, bersamaan dengan bulan Ramadhan, walau hanya umrah, Cici kembali ke Tanah Suci. Begitu sampai menginjakkan kakinya di Tanah Suci, hatinya merasa berdebar-debar, apalagi ketika memasuki Masjidil Haram. ”Selama dalam perjalanan, saya merasa nggak sabaran ingin cepat sampai di Masjidil Haram dan ingin melihat Kabah. Pokoknya ingin cepat sampailah.
Begitu tiba di tempat itu, saya langsung melakukan thawaf qudum. Di tempat itu saya menangis lagi sejadi-jadinya. Saya kemudian berdo’a: ‘Ya Allah Engkau telah mendatangkan aku ke sini’. Perasaan saya waktu itu, ingin tinggal seterusnya, nggak ingin balik lagi, ingin berlama-lama,” kata Cici. Di Multazam,, Cici mengaku banyak mengucap doa. Sejak dari minta kesehatan dan keselamatan, diberikan umur panjang, kelangsungan hidup yang baik, terutama untuk beribadah kepada Allah, sampai ingin diberikan jodoh.
Pada kesempatan itu, ia menyerahkan semua persoalan kepada Allah. Ia pasrah, bahkan dalam salah satu ucapannya ia mengatakan ‘Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, bila pun Engkau ingin memanggilku, aku sudah pasrah’. Ketika mau berangkat ke Arafah untuk wukuf, Cici sempat terserang demam, sehingga ia ditinggal jamaah lainnya. ”Saya istirahat dulu di rumah sakit, ketika berbaring saya berdoa lalu shalat, alhamdulillah tiba-tiba kok saya seperti bangun dari sakit, sehat dan langsung berangkat ke sana,” ceritera Cici.
Cici memperkirakan, demam yang dideritanya itu akibat terlalu banyak minum es ketika berada di Masjidil Haram. Namun seusai wukuf di Arafah, kepala Cici merasa pusing lagi. Ketika itu ia melihat begitu banyak orang yang semuanya tengah berdzikir, menyebut nama Allah. Perasaan itu, katanya, seperti dalam sebuah mimpi, antara tertidur dan tidak. Bahkan ia mengaku, kejadian tersebut terasa dalam sebuah impian panjang.
Ia merasa telah tertidur lama. Ia merasa bermimpi dan dalam impiannya itu ia merasa ada sesuatu yang membisikkan suara: nanti, di alam kubur akan begini. Begitu menyadari keadaan, ia langsung mengucap istighfar berkali-kali. Peristiwa itu terjadi, pada waktu siang yang terik dan udara sangat panas.
”Bayangan itu nyata sekali. Mungkin saya terbawa suasana. Tapi sedikitpun nggak merasa takut, malah saya bilang, wah nanti akan begini kalau kita sudah mati, dibangkitkan lagi.” Waktu itu, Cici merasa bukan mimpi, melainkan merasa dirinya sudah mati, lalu dibangkitkan kembali. Ia melihat, begitulah nantinya, semua orang akan berkumpul di tempat itu bersama orang-orang yang dibangkitkan kembali dari alam kubur.
Peristiwa itu, kata Cici, bukan mimpi, karena waktu itu Ia merasa pusing, lalu terbangun. Lalu apa makna ibadah haji bagi dirinya? Penyanyi yang selalu tampil santun di atas panggung ini mengatakan, ibadah haji itu adalah panggilan Allah, untuk lebih mengenal Allah, untuk lebih dekat dengan Allah, sehingga menyadarkan kita, bahwa dalam hidup ini tidak hanya memikirkan soal duniawi saja. ”Kalau di sana, pikiran kita hanya ingin beribadah yang sekhusyuk-khusyuknya.
Bagi saya bisa menambah keimanan, dan menyadarkan agar kita tidak hanya berpikir soal dunia saja. Di sana membuat saya berpikir apa bekal yang akan dibawa ke akherat kelak,” katanya. Ke Tanah Suci pada musim haji ternyata berbeda dengan umrah di bulan Ramadhan. Berada di Masjidil Haram pada bulan suci Ramadhan, sangat terasa ada suasana kebersamaan sesama umat Islam.
Sebelum menunaikan ibadah umrah Ramadhan, Cici pernah mendengar dari cerita teman-temannya, bahwa suasananya sangat berbeda.” Mendengar cerita itu, membuat saya ingin sekali merasakan secara langsung. Ternyata benar, suasananya sangat berbeda dengan di Tanah Air. Di sana kita berbuka bersama ribuan jamaah lain, dan banyak orang membagi-bagikan makanan,” katanya.damanhuri Zuhri/dokrep/Januari 2004
Sumber : http://www.jurnalhaji.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar